Menjadi Milyarder Di Usia Muda

Satu lagi anak muda Surabaya menorehkan prestasi besar. Dia adalah Hendy Setiono, presiden direktur Kebab Turki Baba Rafi. Prestasinya tidak hanya diakui di dalam negeri, tapi juga di mancanegara. Mengapa?
Wajah dan penampilannya masih layaknya anak muda. Siang itu, dia berkemeja batik cokelat dipadu celana hitam. Cukup sederhana. Tak tecermin tampang seorang bos dari perusahaan beromzet lebih dari Rp 1 miliar per bulan.
Itulah penampilan sehari-hari Hendy Setiono, Presdir Kebab Turki Baba Rafi Surabaya.
Kebab adalah makanan khas Timur Tengah (Timteng) yang dibuat dari daging sapi panggang, diracik dengan sayuran segar, dan dibumbui mayonaise, lalu digulung dengan tortila. Sebenarnya, kebab banyak beredar di Qatar dan negara Timteng lainnya.
Namun, kata Hendy, kebab paling enak adalah dari
Istambul, Turki. Karena itu, dia menggunakan “trade mark” Turki untuk
menarik calon pelanggan.
Hendy mengisahkan, pada Mei 2003, dirinya mengunjungi ayahnya yang bertugas di perusahaan minyak di Qatar. Selama di negeri yang baru sukses melaksanakan Asian Games itu, dia banyak menemui kedai kebab yang dijubeli warga setempat. Lantaran penasaran, Hendy yang mengaku hobi makan itu lantas mencoba makanan yang lezat bila dimakan dalam kondisi masih panas tersebut. “Ternyata, rasanya sangat enak. Saya tak menduga rasanya seperti itu,” ungkap sulung dua bersaudara pasangan Ir H Bambang Sudiono dan Endah Setijowati tersebut.
Hendy mengisahkan, pada Mei 2003, dirinya mengunjungi ayahnya yang bertugas di perusahaan minyak di Qatar. Selama di negeri yang baru sukses melaksanakan Asian Games itu, dia banyak menemui kedai kebab yang dijubeli warga setempat. Lantaran penasaran, Hendy yang mengaku hobi makan itu lantas mencoba makanan yang lezat bila dimakan dalam kondisi masih panas tersebut. “Ternyata, rasanya sangat enak. Saya tak menduga rasanya seperti itu,” ungkap sulung dua bersaudara pasangan Ir H Bambang Sudiono dan Endah Setijowati tersebut.
Tak hanya perutnya kenyang, saat itu di benak
Hendy langsung terbersit pikiran untuk membuka usaha kebab di Indonesia.
Alasannya, selain belum banyak usaha semacam itu, di Indonesia terdapat
warga keturunan Timteng yang menyebar di berbagai kota.
“Orang Indonesia juga banyak yang naik haji atau
umrah. Biasanya, mereka pernah merasakan kebab di Makkah atau Madinah.
Nah, mereka bisa bernostalgia makan kebab cukup di outlet saya,”
jelasnya.
“Makanya, selama di Qatar, saya juga memanfaatkan waktu untuk berburu resep kebab. Saya mencarinya di kedai kebab yang paling ramai pengunjungnya,” jelas Hendy yang beristri Nilamsari, 23, dan kini sudah dikaruniai dua anak, Rafi Darmawan, 3, dan Reva Audrey Zahifa, 2, tersebut.
“Makanya, selama di Qatar, saya juga memanfaatkan waktu untuk berburu resep kebab. Saya mencarinya di kedai kebab yang paling ramai pengunjungnya,” jelas Hendy yang beristri Nilamsari, 23, dan kini sudah dikaruniai dua anak, Rafi Darmawan, 3, dan Reva Audrey Zahifa, 2, tersebut.
Begitu tiba kembali di Surabaya, dia langsung
menyusun strategi bisnis. Yang pertama dilakukan adalah mencari partner.
Dia tidak ingin usahanya asal-asalan. Dia kemudian bertemu Hasan
Baraja, kawan bisnisnya yang kebetulan juga senang kuliner. Awalnya,
mereka sengaja melakukan trial and error untuk menjajaki peluang bisnis
serta pangsa pasarnya.
“Ternyata, resep kebab dari Qatar yang rasa
kapulaga dan cengkehnya cukup kuat tidak begitu disukai konsumen.
Ukurannya pun terlalu besar. Makanya, kami memodifikasi rasa dan ukuran
yang pas supaya lebih familier dengan orang Indonesia,” katanya.
September 2003, gerobak jualan kebab pertamanya mulai beroperasi. Tepatnya di salah satu pojok Jalan Nginden Semolo, berdekatan dengan area kampus dan tempat tinggalnya.
September 2003, gerobak jualan kebab pertamanya mulai beroperasi. Tepatnya di salah satu pojok Jalan Nginden Semolo, berdekatan dengan area kampus dan tempat tinggalnya.
Mengapa gerobak? Hendy mempunyai alasan.
“Membuat gerobak lebih murah daripada membuat kedai permanen. Tidak
perlu banyak modal. Gerobak pun fleksibel, bisa dipindah-pindah,”
ujarnya.
Soal nama kedainya Baba Rafi, dia mengaku terinspirasi nama anak pertamanya, Rafi Darmawan. “Diberi nama Kebab Pak Hendy kok tidak komersial,” katanya lalu tergelak.
Saat itulah terlintas di benaknya nama si sulung, Rafi. “Kalau dipikir-pikir, pakai nama Baba Rafi, lucu juga rasanya. Baba kan berarti bapak, jadi Baba Rafi berarti bapaknya Rafi.”
Soal nama kedainya Baba Rafi, dia mengaku terinspirasi nama anak pertamanya, Rafi Darmawan. “Diberi nama Kebab Pak Hendy kok tidak komersial,” katanya lalu tergelak.
Saat itulah terlintas di benaknya nama si sulung, Rafi. “Kalau dipikir-pikir, pakai nama Baba Rafi, lucu juga rasanya. Baba kan berarti bapak, jadi Baba Rafi berarti bapaknya Rafi.”
Mengawali sebuah bisnis memang tidak mudah.
Apalagi untuk meraih sukses seperti sekarang. Suka duka pun dirasakan
calon bapak tiga anak itu. “Misalnya, uang berjualan dibawa lari
karyawan. Banyak karyawan yang keluar masuk. Baru beberapa minggu
bekerja sudah minta keluar,” ungkapnya.
Bahkan, pernah suatu hari, karena tak mempunyai
karyawan, Hendy dan istri berjualan. Hari itu kebetulan hujan. Tak
banyak orang membeli kebab. Makanya, pemasukan pun sedikit. “Uang hasil
berjualan hari itu digunakan membeli makan di warung seafood saja tak
cukup. Wah, itu pengalaman pahit yang selalu kami kenang,” ujarnya.
Tak ingin setengah-setengah dalam menjalankan
bisnis, lulusan SMA Negeri 5 Surabaya tersebut akhirnya memutuskan
berhenti dari bangku kuliah pada tahun kedua. “Saya OD alias out duluan.
Tapi, saya tidak menyesal meninggalkan bangku kuliah untuk membangun
usaha,” tegas Hendy yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Teknik
Informatika ITS tersebut.
Keputusan dia untuk meninggalkan bangku kuliah
guna menekuni bisnis kebab tersebut sempat ditentang orang tuanya.
Mereka ingin Hendy menjadi orang kantoran seperti ayahnya. Karena itu,
ketika dia meminta bantuan modal, orang tuanya menganggap bisnis yang
akan dilakoni tersebut adalah proyek iseng. “Mereka pikir saya tidak
serius pada bisnis itu. Dalam hati, saya ingin membuktikan kepada bapak
dan ibu bahwa kelak saya pasti berhasil,” jelasnya.
Yang luar biasa, kesuksesan bisnis Hendy tak
perlu waktu lama. Hanya dalam 3-4 tahun, dia berhasil mengembangkan
sayap di mana-mana. Bahkan, hingga pengujung 2006, pengusaha muda
tersebut mencatat telah memiliki 100 outlet Kebab Turki Baba Rafi yang
tersebar di 16 kota di Indonesia. Tidak hanya di Jawa, tapi juga di
Bali, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Ke depan, Hendy berencana mengembangkan usahanya
itu ke luar negeri. Dua negara yang diincar adalah Malaysia dan
Thailand. “TV BBC London dan majalah Business Week International pernah
meliput usaha saya tersebut. Setelah itu, ada orang yang menawari saya
membuka outlet di Trinidad & Tobago serta Kamboja,” jelasnya.
Sukses bisnis kebab waralaba Hendy itu juga
menghasilkan berbagai award, baik dari dalam maupun luar negeri. Di
antaranya, ISMBEA (Indonesian Small Medium Business Entrepreneur Award)
2006 yang diberikan menteri koperasi dan UKM. Hendy juga ditahbiskan
sebagai ASIA’s Best Entrepreneur Under 25 oleh majalah Business Week
International 2006. Untuk meraih award tersebut, dia bersaing dengan 20
kandidat pengusaha lain dari berbagai negara di Asia.
Pria kalem itu juga mendapatkan penghargaan
Citra Pengusaha Berprestasi Indonesia Abad Ke-21 yang dianugerahkan
Profesi Indonesia. Kemudian, penghargaan Enterprise 50 dari majalah SWA
untuk 50 perusahaan yang berkembang dalam setahun terakhir. Serta, di
pengujung 2006, majalah Tempo menobatkan Hendy menjadi salah seorang di
antara sepuluh tokoh pilihan yang mengubah Indonesia.
Apa yang akan dilakukan Hendy selain
mengembangkan usahanya ke mancanegara? Tampaknya, dia ingin seperti raja
komputer, Bill Gates. “Saya belajar dari para pengusaha sukses. Salah
satunya, Bill Gates. Dia bisa mendirikan kerajaan Microsoft, meski tidak
tamat sekolah. Jadi, intinya, untuk menjadi orang sukses, tidak harus
memiliki gelar akademis dan indeks prestasi (IP) tinggi,” tegasnya lalu
tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar